Hige Wo Soru. Soshite Joshikosei Wo Hirou Volume 1 Chapter 2 Bahasa Indonesia
Chapter 2: Biaya
Penginapan
“Kamu ditolak, Yoshida-san? Duh~ kasihan ”
Ketika aku menyesap sup miso, Sayu mengatakannya seolah-olah
itu tidak ada hubungannya dengan dia. Tunggu, kalau di pikir memang tidak ada hubungannya dengan dia.
Aku berniat untuk mengusirnya sesegera mungkin, tetapi
karena suatu alasan dia mulai menanyai apa yang terjadi kemarin, dan beberap
yang ia tanyakan aku menjawabnya dengan jujur.
“Kamu tidak mungkin mengerti apa yang aku rasakan.”
“Tentu saja aku tahu! Ditolak itu menyebalkan, bukan?Jangan
fikir aku tidak tahu. ”
"Aku mengerti..”
Aku menyesap lagi sup miso yang dibuat Sayu, sembari
melanjutkan kembali obrolan santai kami.
Sekarang aku menyadari, sudah lama aku tidak meminum kuah
sup miso yang di buat bukan secara instan. Anehnya, rasanya enak. Rasa asin
dari sup itu tepat dan fakta bahwa ini 'buatan sendiri' meninggalkan sensasi
menyengat di dadaku.
Ah, aku benar-benar ingin minum sup miso buatan Gotou-san.
"Bagaimana rasanya?" Sayu bertanya, menyela
pemikiranku tentang Gotou-san.
"A-Ahh ... Baiklah."
"Baik?"
"setelah aku pertimbangkan, itu lumayan."
"setelah dipertimbangkan, hm~?"
Sayu sedikit mendecit, lalu ia melirukku dengan pandangan nakal.
“Uhm, Gotou-san, kan? Kamu ingin makan sup miso buatannya, iya kan? ”
"Ti-tidak …Tidak juga."
Tatatpnya itu membutku tidak nyaman. Aku buru-buru
memalingkan pandanganku darinya, dan dia sekali lagi tertawa terbahak-bahak.
"Tebakanku benarkan. Kamu sangat mudah di tebak. "
"Kamu benar-benar JK yang menyebalkan."
Aku merengut dengan dengan muka seperti orang marah, tetapi
Sayu tampaknya menganggap itu lucu. Bahunya sedikit bergetar ketika dia mulai
berkikik.
Bagaimanapun, berbicara dengannya membuatku agak muak, atau
mungkin memalukan? Aku tidak begitu mengerti.
Dia memiliki kendali penuh adalam percakapan. Aku hanya terbawa
arus percakapannya. Membiarkannya mengambil inisiatif tidak membuatku merasa lebih
baik.
"Hei, Yoshida-san.
"Uagh-"
Suara itu datang tepat di samping telingaku, aku terkejut.
Sementara aku tenggelam dalam pikiranku, Sayu entah bagaimana berhasil
menempatkan kepalanya tepat di samping kepalaku. Dia menatap mataku dan
mendekatkan wajahnya.
"Apakah kamu ingin aku menghiburmu?"
Aku bisa merasakan napasnya yang berhembus kulitku ketika
dia mengatakan itu. Aku merasa merinding.
"Bukankah aku sudah bilang untuk berhenti melakukan itu?"
Bibirnya mengerut saat aku mendorongnya menjauh dariku.
"Ehh ~, kamu bohongkan ."
“Bodoh. Aku harus menjadi pria gila dan sengsara dulu untuk dihibur oleh
seorang gadis SMA dengan tubuh kurus seperti milikmu. "
Mendengar apa yang aku katakan, Sayu pergi "ehh ~" dan tiba-tiba dia mulai membuka kancing
blazernya, lalu melemparnya ke samping.
“Aku pikir payudara-ku cukup besar kok.” Dia berkata sambil
membusungkan dadanya.
Aku mencoba untuk tidak melihatnya, namun mataku berpikir lain, dan tanpa sadar sudah
terpaku pada apa tersembunyi dibalik
kemejanya. Lagipula aku seorang lelaki.
"Ya-Yah, Milikmu memang cukup besar untuk ukuran gadis SMA
... Tapi Gotou-san bahkan lebih mengesankan."
"Haha, lebih mengesankan katamu."
Sayu terkikik dan menurunkan dadanya, kembali ke posisi sebelumnya.
"Kalau begitu, ukuran Cup-nya berapa?" Gadis itu
bertanya seolah itu bukan sesuatu yang aneh.
A-apa,Cup? .. itu, apa ukuran Cup-ya ya?
"A-Aku kurang tahu, tapi mungkin sekitar F."
"F? Itu sama sepertiku. "
“Hah !? ukuranmu juga F !? ”
"Ya. Kalau terlihat lebih besar dari ini, mungkin
ukurannya G atau H, bukan? ”
H-cup ... Gotou-san ukurannya H-cup?
Gambar-gambar model gravure [1] dan ukuran Cup mereka melintas di benakku. 'Sekali saja ingin
mencoba H-Cup'. Itu, aku tidak akan mengatakannya.
"Tapi kau tahu ~"
Kembali Sayu membuka
mulutnya.
"Bukankah ukuran F yang bisa kamu sentuh lebih baik daripada H
yang tidak bisa kamu sentuh?"
Mengatakan itu, dia sekali lagi mebusungkan dadanya dan
memiringkan kepalanya.
Aku menghela nafas secara alami seperti biasanya.
“Hei, apa yang kamu dapatkan dari merayuku? Apa yang akan
kamu lakukan jika aku benar-benar melakukannya padamu? ”
"Eh? kita bisa melakukannya secara normal. Aku pikir Kamu
lumayan tampan, jadi aku tidak
benar-benar keberatan ko. ”
"... Kamu mau melakukannya denganku?"
Mendengar itu, Sayu mengedipkan matanya beberapa kali.
"Tidak, bukan itu yang kumaksud."
"KLALU APA YANG KAMU INGINKAN !!"
Aku berteriak dari
tempat duduk tanpa berpikir. Aku hanya tidak bisa memahami alasan di balik
perilakunya anehnya itu.
"Jika kamu tidak ingin melakukannya maka jangan lakukan
itu! di luar sana banyak Orang yang akan
melakukan itu, kau tahu? ”
Sayu mengangkat alisnya dan memiringkan kepalanya.
"Bukankah itu sebaliknya?"
"Apa maksudmu?"
“Tepat di depan matamu ada seorang gadis yang tidak keberatan melakukan hal mesum denganmu. Tapi,
Kenapa kamu tidak mau melakukannya? ”
"Hah…?"
Nafas yang tidak bisa di sebut desahan atau keluhan yang
membingungkan keluar dari tenggorokanku. Apakah karena perbedaan usia yang terlalu
jauh mengakibatkan aku tidak memahami
apa yang dia maksud? Tidak, itu tidak benar.
Aku memandangi Sayu seolah memandangi alien. Dia menunjukkan
senyum masam sebagai tanggapan.
"Apa masalahnya? Kau yang aneh bukan? Selama ini, tidak
ada yang memperlakukan aku dengan penuh pertimbangan tanpa permintaan. ”
"..."
Pernyataannya membuatku tak bisa berkata-kata. Aku pikir dia
hanya anak SMA pelarian biasa, tetapi menilai dari apa yang dia katakan, apakah dia belum pulang selama berbulan-bulan?
Adapun bagaimana dia
tinggal selama ini, Aku memikirkannya
sesuatu yang tidak menyenangkan.
"... Ya Tuhan, betapa bodohnya dirimu."
Aku bergumam pelan. Aku berjongkok di depan Sayu, sejajar
dengan matanya.
"Darimana asalmu? Tunjukkan padaku ID siswamu. "
Mendengar itu, untuk sesaat ekspresi Sayu berubah suram.
Namun, pada saat berikutnya, dia tersenyum cerah. Dia
memasukkan tangan ke saku roknya dan mengambil dompet lipatnya. Membuka itu,
dia mengeluarkan ID siswa dan menyerahkannya kepadaku. Lalu aku mengambilnya.
"Ah, Asahikawa ..."
Mulutku ternganga kaget.
Di ID-nya tertulis 'Asahikawa 6th High School, 2nd Year'.
“Kamu datang jauh-jauh dari Hokkaido? Sendirian?"
"Ya."
"Sejak kapan kamu meninggalkan Hokkaido?"
"Sekitar setengah tahun yang lalu, kurasa?"
"Kamu belum pulang selama setengah tahun?"
Ini adalah pusat kota Tokyo, terlalu jauh untuk seorang
siswa SMA dari Hokkaido datang kemari.
"Apakah kamu memberi tahu orang tuamu?"
"Nggak."
"Kalau begitu cepatlah pergi dan pulanglah bodoh
..."
Setelah itu, aku berhenti.
Sayu, yang telah bertindak cukup sembrono sampai sekarang,
memasang ekspresi yang agak suram.
Pandangannya tampak tenang. Menatap ke suatu tempat yang
jauh.
"Tidak apa-apa, mereka mungkin lebih baik
tanpaku."
"Bagaimana Kau bisa tahu?"
"Aku menduga saja."
Saat dia menjawab, aku bisa melihat kekacauan kesepian dan kemuraman
yang terlihat jelas dari raut wajahnya.
ku merasakan sensasi tusukan di dadaku.
“Aku kehabisan uang, kau lihat? Jadi aku harus melakukan apa
yang aku bisa untuk tinggal di rumah orang lain. Itu sebabnya aku— “
"Apa yang kamu maksud dengan 'Apa yang aku bisa'?"
"..."
Sayu ragu untuk melanjutkan.
Aku bisa merasakan perutku meringkuk karena marah, yang tidak
ditujukan kepada siapa pun secara khusus.
"Kau anggap aku apa, huh?"
Aku Benar-benar marah.
"Aku tidak tahu tentang bajingan mana saja yang kau
temui sampai sekarang, tapi aku tidak memiliki setitik minatpun terhadap tubuhmu."
"Lalu ..."
“Kau tidak ingin pulang, kau tidak ingin pergi ke sekolah.
Lalu, Untuk apa kau hidup sekarang? ”
Mendengar apa yang aku katakan, alisnya semakin turun.
"Itu sebabnya aku akan menemukan seseorang yang akan
membiarkanku tinggal ..."
"Lalu, Apa yang kamu rencanakan untuk dilakukan jika
aku mengusirmu?"
"A-aku entah bagaimananapun caranya aku akan menemukan
orang berikutnya."
" 'Entah bagaimana', apa maksudmu dengan entah
bagaimana?"
"Itu ..."
Mendengar kata-kata aku, Sayu tampaknya telah kehabisan kata-kata.
Dia kemudian diam.
Aku tidak habis pikir bahwa ada orang normal berpikir merayu
pria sederhana dan tidak dikenal. Tidak, pada titik ini, tidak mungkin bagi aku
untuk mengatakan dia 'normal' dalam arti sebenarnya.
Entah rasa marahan atau kesedihan yang terus berputar di
dalam dadaku ini, aku sendripun tidak bisa membedakannya. Untuk menghilangkan
perasaan ini aku dengan tegas menyatakan.
"Lalu, bagaimana dengan bekerja."
"Kerja??"
"Apa kau dengar. Kau seorang anak yang putus sekolah,
kan? Semua orang hidup dengan bekerja dan mendapatkan upah mereka. "
"T-tapi—"
Sayu kemudian berkata dengan suara lembut yang tak
terbayangkan dari sikap riang yang Ia tunjukan beberapa saat yang lalu.
"Apa yang bisa aku dapatkan dari pekerjaan paruh waktu.
Itu tidak cukup untuk membayar sewa."
Yah, ada benarnya juga. Bagaimanapun, tidak ada tempat yang
akan memungkinkannya untuk tinggal selama beberapa bulan sampai dia mampu
membayar, tetapi tidak baik juga kalau ia terus tidur di jalan.
"Kalau begitu, Kau bisa tinggal disini sampai kau mampu
untuk membayar sewa."
"Eh?"
"Aku bilang kamu boleh tinggal di sini."
Mendengar apa yang aku katakan, Sayu berulang kali
mengedipkan matanya seakan Ia tidak percaya.
"T-tapi aku belum memberimu apa-apa padamu
Yoshida-san."
“Jangan mengatakan omong kosong seperti itu. Aku tidak menginginkan
apapun darimu.”
Aku meringis dan melanjutkan.
“'Aku tidak punya uang! Aku tidak punya tempat tinggal!
Kalau begitu mari kita merayu seorang pria! ' Itu yang kau pikirkan, bukan?
Dengar, aku akan membereskan keterbelakangan otakmu bodohmu itu, kau mendengarku? ”
"Kenapa kamu terus memanggilku bodoh—"
“Itu karena kamu bodoh, bodoh! Kamu hanya bocah manja tanpa
rasa nilai. ”
Sayu menelan ludah saat dia menerima apa yang aku katakan.
Kalau dulihat secara langsung, dia benar-benar imut.
Mengapa pikiran seperti ini berputar-putar dalam pikiranku?
Apakah karena aku tidak pernah memiliki masa muda yang baik? Atau karena aku
tidak pernah benar-benar merasakan cinta?
"Kamu tidak punya tempat tinggal, kan?"
"Mm."
"Kalau begitu tinggallah di sini."
"... Mm."
"Baiklah kalau begitu. Pertama, Kamu bisa melakukan
semua pekerjaan di rumah. Itu akan menjadi pekerjaan pertamamu untuk saat ini.
"
Mendengar itu, mata Sayu tampak terkejut.
"Hei, aku berpikir bahwa aku bisa mendapatkan pekerjaan
paruh waktu."
“Kamu bisa melakukannya di masa depan. Untuk saat ini,
menyesuaikan langkah-langkah kehidupan kita satu sama lain akan menjadi langkah
awal. Membiarkanmu berkeliaran hanya akan merepotkanku asaj. ”
Mulut Sayu membuka dan menutup beberapa kali, ketika dia
mencoba mengatakan sesuatu.
Setelah menunggu beberapa saat dengan cara ini, dia akhirnya
berbicara.
"Jadi tidak apa-apa bagiku untuk tinggal
selamanya?"
“Selamanya agak berlebihan. Kamu bisa tinggal sampai kamu
sudah cukup menjadi pelarian yang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. "
"... Jadi maksudmu aku bisa tinggal sampai saat
itu?"
Aku tidak yakin bagaimana menjawabnya.
Berdasarkan beberapa menit percakapan terakhir kami, aku
dapat mengatakan bahwa gadis ini dimanjakan tanpa keyakinan.
Dia menggoda pria dan tinggal di rumah mereka, berkeliaran
dari satu tempat ke tempat lain. Meskipun mungkin lebih sulit dari itu, pasti
ada jalan yang lebih baik untuk diambilnya.
Untuk digunakan dalam tindakan mesum oleh pria yang bahkan
tidak dia sukai. Secara pribadi, aku pikir itu jauh, jauh lebih sulit daripada
sekadar kerja fisik, tetapi mungkin perasaan seperti itu telah menjadi letih
setelah sekian lama.
Jika aku katakan padanya bahwa 'kamu bisa tinggal selama
yang kamu mau', bukankahh dia akan tinggal selama beberapa tahun?
Memilih kata-kata aku dengan hati-hati, akhirnya aku
menjawab.
"Paling tidak, aku akan membiarkanmu sampai sifat manja
milikmu diperbaiki."
Sayu, agak terkejut, dengan lembut dia menganggukkan
kepalanya.
"O-Oke ... "
Aku menghela napas panjang dan duduk.
Sudah lama sejak aku benar-benar marah. Sejujurnya, aku
tidak punya hak untuk menceramahi orang lain.
Aku menggenggam semangkuk sup miso di atas meja dan
menyeruput lagi.
"Ya ampun, sudah dingin."
Meski dingin, sup miso yang dibuat Sayu masih cukup enak.
"Ah, benar juga."
Aku mengangkat kepalaku dan melihat ke arah Sayu.
"A-Apa."
Ucapan balasan sambil menghindari tatapanku.
Sikap memerintahnya beberapa waktu lalu benar-benar
menghilang.
Aku mengacungkan jari padanya dan menyatakan.
"Lain kali kau mencoba merayuku, aku akan
mengusirmu."
"A-Aku tidak akan melakukannya lagi ..."
Maka dimulailah Kehidupan seorang Pria 26 tahun dengan
seorang gadis SMA pelarian.
Memikirkan kembali hal itu, pikiranku tentang betapa
sulitnya hidup bersama dengan 'gadis sekolah menengah' sudah terlalu naif.
[1] Gravure merupakan salah satu budaya moderen populer dari
jepang yang memunculkan foto wanita dalam balutan minim namun juga seragam
sekolah, cosplay dll
------------------------
Sebelumnya -- Main Menu -- Selanjutnya
------------------------
Jangan lupa untuk berkomentar :3
Follow juga Instagram dan Fp facebook kita.